Rabu, 26 Desember 2012

Kisah ini aku dapat ketika kecil dari orang tuaku.
Sebut saja namanya Badin. Perawakannya pendek, kekar, dan berkumis lebat. Dengan perawakan seperti itu, tentu saja muncul image kalau orang ini galak. Tapi sebenarnya si Badin adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Ia punya kebiasaan menciumi anak-anaknya tiap pagi. Anak-anaknya berjumlah 4 orang, yang paling besar berumur 12 tahun.
Di suatu pagi yang cukup dingin - habis hujan malam tadi - Badin merasakan sesuatu yang tidak enak di perutnya. Maka buru-buru ia pergi ke jamban yang berada di belakang rumah - terpisah dari bangunan inti rumahnya.
Beberapa saat setelah mengambil posisi yang nyaman untuk mengobati sakit perutnya di jamban, ia kedatangan seekor lalat hijau, hendak menemaninya di jamban. Karena lalat itu bertengger di hidung, Badin merasa agak terganggu dengan lalat itu. Dalam posisi jongkok, ia keluarkan jurus silat untuk menyerang lalat tersebut. Tapi karena kuda-kudanya tidak baik, Badin terjembab sendiri dan kondisi jamban menjadi berantakan dan tidak etis untuk diceritakan di sini.
Selesai dari jamban, Badin memulai kebiasaan paginya: menemui anak-anaknya di kamar mereka masing-masing. Ia bangunkan anak-anaknya untuk sekolah sembari menciuminya. Dimulai dari putra pertama yang masih nikmat terlelap. Badin membangunkannya sembari menggelitiki & mencium anak pertamanya itu. Tapi… Badin merasakan ada yang salah. "Mmmhh… Kamu bau kotoran. Cepat lah kamu Mandi, bersihkan badan kamu lalu berangkat ke sekolah. Tadi malam buang air ya? Ceboknya tidak bersih?" Ujar Badin.
Tak lama anak pertamanya bangun dan segera ke kamar mandi.
Kemudian Badin menghampiri putra kedua. Ia membangunkan anaknya sembari mencandai & menciuminya. Lagi, ia menemukan bau yang tidak sedap pada anaknya. "Mmmhh.. Kamu sama dengan kakak kamu. Bau kotoran. Segera lah mandi, bersihkan badan kamu dan berangkat ke sekolah."
Setelah anak keduanya bersiap untuk mandi, Badin kemudian membangunkan anak ketiganya. Seorang putri berumur 8 tahun. Dan lagi-lagi Badin membaui suatu yang tidak enak pada putrinya. Badin pun menyuruh putrinya itu mandi.
"Ada yang salah…" pikir Badin. Ia pun menemui istrinya untuk bertanya mengapa anak-anaknya bau kotoran. Dan setelah ia selesai mengadu masalah anak-anaknya pada istrinya, istrinya malah berkata, "Pak, ada apa di kumismu?"
"Di kumisku?"
"Iya, ada sesuatu berwarna kuning."
Badin pun meraba kumisnya di tempat yang ditunjuk oleh istrinya. Rupanya…
"Kotoran… Ya ampun… mungkin karena di jamban tadi…" Ujar Badin.
*****
Maaf kalau rada jorok ceritanya. Tapi ada moral story yang sangat dalam dari cerita ini.
Kawan, sadar atau tidak, kita sering menjadi tokoh seperti si Badin ini. Mudah menyalahkan orang lain atas suatu peristiwa, yang sebenarnya justru kesalahan ada pada diri kita sendiri.
Saat macet di jalan raya, sering seorang pengemudi kendaraan pribadi menyalahkan polisi atau pemerintah. Padahal, entah ia sadari atau tidak, kemacetan itu karena jumlah kendaraan yang terlampau banyak memenuhi jalan raya. Dan ia menjadi salah satu penyebabnya ketika ia memilih kendaraan pribadi daripada menggunakan kendaraan umum.
Ketika banjir, masyarakat menyalahkan pemerintah. Padahal penyebab banjir itu salah satunya adalah karena sampah. Dan masyarakat pula yang membuang sampah sembarangan.
Yang lebih tragis, bila seorang hamba menyalahkan Allah swt atas musibah yang ia derita. Padahal Allah swt telah berfirman, "Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari dirimu sendiri" An-Nisa : 79.
Karena itu, ingatlah petuah Ebiet G Ade dalam lirik lagunya, "Tengok lah ke dalam sebelum bicara…"

Sumber: http://andaleh.blogsome.com