Sabtu, 23 Agustus 2014

PENGUMUMAN

Bagi Siswa Siswi SDN CIDENG 04 Pagi Angkatan 2013 / 2014 yang belum melakukan cap 3 jari diharapkan kehadirannya di Sekolah.Info lebih lanjut dapat menghubungi Sekolah

Senin, 11 Agustus 2014

8 Tantangan Seputar Sekolah

 “Aku suka sekolah.” Hanya sedikit kalimat yang bisa lebih indah dari ungkapan itu. Karena jika anak sukses di lingkungan pendidikan, besar kemungkinan dia juga sukses di dunia luar. Itulah sebabnya tanda-tanda awal permasalahan di sekolah (mengeluhkan guru, laporan kenakalan anak) dapat menekan tombol panik Anda. Kami membantu Anda mengatasi tantangan paling berat di sekolah.

1. Anak bersikeras bahwa gurunya membenci dia.

Jika kelas sudah berjalan selama beberapa hari, hati-hati mengomentari keluhan anak dan tekankan hal positif. Seusai sekolah, tanyakan, “Apa hal terbaik tentang sekolah hari ini?” bukan “Kamu lebih menyukai Ms. Gray hari ini?” Jika keluhan anak berlanjut hingga lebih dari satu minggu, buat janji pertemuan dengan sang guru untuk mendiskusikan keluhan anak, kata Sara Leef, konselor sekolah dasar di Brookline, Massachusetts.

Ya, ini bisa menjadi topik sulit untuk dikemukakan dengan guru karena terasa begitu pribadi, tapi jika tidak diungkapkan, “perasaan itu cenderung tumbuh menjadi masalah yang lebih besar, yang semakin sulit dipecahkan dengan tuntas,” jelas Leef. Sebelum Anda bertatap muka, secara santai persiapkan beberapa contoh keluhan anak yang menggambarkan mengapa dia merasa gurunya abai terhadapnya. Dan cobalah bersikap tenang saat memasuki ruang kelas agar Anda bisa fokus menyelesaikan masalah tersebut melalui kerja sama. Anda mungkin bisa memulai pembicaraan dengan kalimat, “Untuk beberapa alasan, anak saya merasa Anda tidak menyukai dia. Saya yakin dengan kita duduk bersama dan bicara, kita bisa menyelesaikan masalah ini.”

2. Anak Anda pulang di hari pertama sekolah dengan kecewa karena ranselnya kurang keren.

Mungkin Anda ingin si kecil pergi ke sekolah dengan tas ransel biru polos (tas dengan konstruksi kuat yang Anda suka, tanpa banyak hiasan konyol). Wahai orang tua, anak Anda tidak lagi berada di preschool. Penting bagi si anak SD untuk memilih perlengkapan sekolah sendiri–bahkan hingga hal terkecil seperti buku dan pensil–untuk alasan yang masuk akal. Mengapa? “Anak usia itu ingin diterima agar dia merasa aman,” kata Barbara Micucci, konselor sekolah dasar di King of Prussia, Pennsylvania.

Jika Anda sudah membolehkan anak memilih sendiri ranselnya dan sekarang dia tidak senang dengan pilihannya, minta dia menjelaskan alasannya. Jika dia sekadar menginginkan tas ungu bukan tas merah, mungkin Anda bisa memertahankan pendapat Anda, dengan mengingatkan kembali bahwa dia suka warna merah dan karena itu dia memilih tas merah. Namun jika ada masalah yang lebih besar terkait aktivitas sekolah–misalnya, ransel anak Anda tidak dilengkapi kantong khusus untuk wadah botol minum seperti tas milik teman satu kelasnya–katakan bahwa Anda akan memikirkan hal itu. Masalah seperti itu biasanya menghilang dalam beberapa hari, tapi jika isu tersebut terus mengganggu anak, mungkin Anda perlu berkompromi.

3. Semua anak kelas 1 sudah bisa membaca kecuali, tampaknya, anak Anda.

Si kecil melaporkan bahwa dialah “satu-satunya” anak yang tidak membaca buku cerita sendiri. Benarkah? “Meskipun hanya sedikit anak yang sudah bisa membaca mandiri, jika anak-anak itu adalah teman si kecil, dia merasa semua anak bisa membaca,” kata guru kelas 1 SD, Heather Bailey, dari St. Louis. Masalah bisa semakin sulit jika teman satu kelas sudah membaca buku cerita panjang karena anak-anak melihat transisi dari buku bergambar ke buku cerita panjang sebagai sebuah pencapaian besar. Namun, Bailey mengatakan, anak kelas 1 SD pada umumnya belum bisa membaca buku teks panjang hingga akhir tahun ajaran.

Khawatir anak Anda tidak berada di jalur yang benar? Diskusikan dengan guru kelas. Demi meningkatkan percaya diri anak seputar kemampuan membaca, beri pujian bahkan untuk pencapaian terkecil sekalipun dan bacakan cerita untuk si kecil. “Riset membuktikan anak yang dibacakan buku selama 15 menit setiap hari akan tumbuh menjadi pembaca yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak dibacakan buku,” kata Bailey.

Terakhir, jadikan pelajaran membaca sebagai keceriaan sehari-hari: Anda bisa bermain “Aku melihat sesuatu yang diawali huruf F (atau A atau C),” sambil berkendara ke tempat les karate. Atau tanyakan kepada guru kata-kata apa yang perlu dipelajari anak, lalu tempelkan satu atau dua kata di pintu kulkas. Katakan bahwa kata itu adalah kode rahasia yang harus dipecahkan sebelum membuka lemari es untuk mengambil camilan.

4. Anak mengeluh karena dia tidak punya teman bermain saat istirahat.

Tunjukkan empati tapi gunakan bahasa yang netral agar tidak menjadi masalah yang lebih besar bagi anak, saran Christine Brennan, guru TK di Dobbs Ferry, New York. Cobalah, “Wow, tampaknya kamu bermain sendiri. Apa yang kamu mainkan?”

Ingat bahwa di awal-awal masa sekolah, anak-anak biasanya tidak mengucilkan seseorang dengan sengaja. Anak-anak yang bermain petak jongkok mungkin tidak menyadari jika anak Anda ingin bergabung. Maka ajari si kecil untuk berkata, “Hey, bolehkah aku ikut bermain?” Bisa juga teman sekelasnya bermain otoped setiap hari tapi anak Anda lebih tertarik bermain lompat tali–dan dia menginginkan seseorang untuk bermain bersama. Untuk kasus itu, katakan bahwa saat dia menuju arena lompat tali, dia mungkin bertemu seseorang yang juga menyukai permainan tersebut.

Si kecil masih mengeluh? Minta pengawas sekolah untuk memantau anak Anda di taman bermain, saran Leef. “Mungkin Anda akan mendapat laporan bahwa anak Anda tampak marah, berjalan mengitari taman dengan tangan bersedekap, membuat anak-anak lain ragu mendekati dia.” Lalu Anda bisa meminta si pengawas membantu si kecil mencari sekelompok teman bermain.

5. Anak Anda mendapat catatan dari guru TK karena melanggar aturan.

Transisi, transisi! Dari karpet ke meja, dari meja ke antrean, antrean ke makan siang, makan siang ke waktu bermain, waktu bermain ke jam istirahat. Preschool umumnya tidak mengharuskan anak mengerjakan tuntutan yang ada di TK, dan menyesuaikan diri terhadap keseharian yang terstruktur kerap menimbulkan masalah perilaku, kata Robin Davis, guru TK di San Francisco. Mengapa? Anak-anak belum berpikir jangka panjang; jika si kecil sedang asik menyusun balok di waktu istirahat, dia tidak mau berhenti untuk mengantre di perpustakaan.

Bagaimanapun, jika anak Anda dipanggil karena melanggar aturan–termasuk perilaku agresif seperti memukul atau membangkang–dan tidak mau mematuhi petugas sekolah, buat janji bertemu dengan guru, meskipun anak Anda baru satu kali melakukan pelanggaran. Mungkin Anda juga punya sesuatu untuk diungkapkan (misalnya keberadaan adik bayi atau Anda baru kehilangan pekerjaan) sehingga guru punya pemahaman latar belakang masalah perilaku anak. Anda dan pihak sekolah bisa mencari pola dan membuat rencana disiplin. Jika, misalnya, anak Anda cenderung “bertingkah” di penghujung sesi prakarya, tanyakan kepada guru seputar kemungkinan melakukan pendekatan ekstra untuk membantu si kecil. (“Owen, kamu punya waktu sedikit lagi sebelum kita membereskan peralatan ini.”) Juga cari tahu petunjuk transisi yang digunakan guru di kelas. Jika dia menepuk tangan dan berkata, “Satu, dua, tiga, pandangan mata ke arah saya,” lakukan hal yang sama di rumah agar anak semakin akrab dengan petunjuk tersebut, kata Micucci. Terakhir, tanyakan guru apakah dia bersedia berkontribusi di “tabel stiker” yang Anda simpan di ransel anak, saran Micucci. Untuk satu hari kepatuhan di sekolah, dia mendapat satu stiker. Di rumah, dia bisa mendapat stiker lagi jika mau mengikuti aturan. Hal itu menunjukkan bahwa bersikap baik sama pentingnya di rumah dan di sekolah.

6. Si penggencet menyasar anak Anda.

Penggencetan atau bullying adalah salah satu kekhawatiran terbesar orang tua saat anak kembali ke sekolah, menurut survey Parents-Lands’ End belum lama ini. Namun sebelum Anda menghubungi sekolah dan memberi label penggencet kepada seorang anak, ingat bahwa hal itu sama seperti mengucapkan kata “bom” di bandara. Kata itu punya arti serius–memang sudah seharusnya demikian–sehingga Anda perlu menguji tuntas terlebih dulu. “Kami mendefinisikan penggencetan sebagai kekerasan berulang yang dilakukan oleh satu anak terhadap anak lain, tanpa perimbangan kekuatan dan tidak ada alasan melakukan hal itu,” kata Leef. Bullying adalah satu anak mengintimidasi anak lain, baik itu secara fisik, mental, atau keduanya.

Ingat bahwa jika anak Anda punya konflik dengan teman sekelas karena mereka berdua bersaing di kelas senam atau punya karakter keras kepala, itu bukan penggencetan. (Anda bisa membantu mereka berbaikan dengan meminta penasihat sekolah mengadakan sesi mediasi di antara mereka hingga masalah terpecahkan.) Satu cara bagus untuk mengidentifikasi bullying: Tanyakan kepada anak apakah dia tidak keberatan berbicara dengan si teman, kata Leef. “Jika dia menjawab, “Aku mau bicara dengan dia,” itu bukan penggencetan. Bicara penggencetan, ada faktor ketakutan yang jelas. Anak akan takut berinteraksi dengan si penggencet.”

Dalam kasus penggencetan, petugas sekolah akan memutuskan cara mendisiplinkan si penggencet–dan cara melindungi anak Anda. Untuk menjaga anak agar tidak menjadi korban penggencetan, beri dia kekuatan dengan cara mengajari bahasa tubuh dan perkataan yang asertif, kata Micucci. Dengan permainan pura-pura, minta anak berdiri tegak, menyilangkan kedua tangan dan berkata, “Stop. Kamu tidak boleh melakukan itu,” sebelum pergi dan mencari bantuan orang dewasa.

7. Anak Anda terus mendatangi klinik sekolah. Apakah dia benar-benar sakit?

“Jika ada anak yang sakit perut, saya minta dia pergi ke toilet; itu kerap membantu,” kata Jamie Nedwick, gru kelas 1 SD di Hasting-on-Hudson, New York. Jika perawat sekolah memanggil, pastikan dia sudah melakukan kunjungan ke toilet. Tidak demam, muntah, atau diare? Anak Anda mungkin dibolehkan kembali ke kelas; jika demikian, bicaralah dengan anak dan katakan Anda akan memeriksa saat Anda datang menjemput. Untuk menguji kebenaran sakit, ingatkan anak bahwa anak yang terlalu sakit untuk pergi ke sekolah artinya terlalu sakit untuk bermain bersama teman-teman. Jika dia tidak peduli, mungkin sebaiknya Anda membawa dia pulang.

Juga periksa emosi anak. “Anak yang sering datang ke klinik dengan keluhan sakit perut dan sakit kepala cenderung merasa cemas,” kata Leef. “Anak jarang mengatakan “Aku takut matematika,” sehingga mereka memilih pergi ke klinik dengan keluhan sakit perut di setiap jam pelajaran matematika.” Jika Anda mencium kecemasan, lakukan perbincangan segitiga dengan guru dan perawat untuk mencari jalan keluar bersama.

8. Anak Anda tidak mau membicarakan harinya.

Sebagian anak, apalagi anak-anak introvert, mungkin tidak suka memberi laporan, terutama di penghujung hari sekolah yang panjang. Tenangkan diri Anda. Hanya karena anak tidak mau bicara, bukan berarti dia tidak bahagia. Urungkan pembicaraan saat berkendara pulang ke rumah, dan tunggu hingga usai makan malam untuk memancing dia bercerita. Micucci menyarankan Anda menjadikan si kecil sebagai kontestan di tayangan pribadinya. Katakan, “Dalam skala 1 sampai 10, dengan 1 adalah menjengkelkan dan 10 luar biasa, berapa kamu menilai harimu di sekolah tadi?” Jika anak memilih 8, tanyakan, “Apa yang membuat nilai menjadi 8?” Anda juga bisa mencoba aktivitas santai agar anak mau bicara secara alami. “Ketika anak datang ke kantor saya, kami jarang sekadar bicara,” jelas Leef. “Kami menggambar atau bermain board game. Dalam sepuluh menit, seorang anak akan mengisahkan cerita kehidupannya.” [Oleh Mindy Walker]